Sabtu, 01 Maret 2014

Membangun Istana dengan Rawatib


Sudah lama rasanya artikel ini ingin saya tulis. Setiap kali tangan ini ingin menari-nari di atas keyboard selalu saja ada hal yang menghalangi. Tetapi pagi tadi setelah shalat subuh, raga ini menjadi semangat ’45 untuk manuliskannya.

Semangat itu muncul setelah mendengarkan beberapa bacaan hadits yang dibacakan oleh imam masjid ditempatku melaksanakan shalat subuh. Hadits yang dibacakan kebetulan berhubungan dengan artikel yang ingin saya tulis. Selain itu, diakhir-akhir penyampaiannya, sang imam menganjurkan kepada jamaah agar menyampaikan isi dari hadits tersebut kepada mereka yang belum sempat mendengarkannya.

Berbagi, saling ingat mengingatkan adalah salah satu hal yang sangat saya sukai. Oleh karena itu, ketika imam menghimbau kami untuk membaginya kepada orang lain, bibirku tak henti-hentinya tersenyum, langkah kakiku tak terasa lagi karena otakku terus berpikir memikirkan kata demi kata yang ingin saya tuliskan.


Tepatnya sekitar beberapa bulan yang lalu ide untuk menuliskan tentang rawatib ini muncul dalam benakku. Bukan kebetulan ide ini muncul, semua bermula sekitar lima atau enam tahun lalu. Waktu itu selepas shalat ashar di salah satu masjid dekat rumahku. Sebagai remaja kampung yang lugu dan miskin akan ilmu agama, dengan santainya saya melakukan shalat sunnah setelah shalat ashar. Sontak hal tersebut membuat heran salah seorang jamaah.

Tanpa saya sadari, dia sudah menunngu tepat di sampingku berdiri melaksanakan shalat sunnah. Setelah shalat, dia langsung menghampiriku dan bertanya perihal shalat sunnah apa yang saya lakukan. Dengan lugunya saya menjawab bahwa yang saya lakukan adalah shalat sunnah ba’ada ashar. Dia langsung tersenyum dan kemudian menasehatiku bahwa tidak ada shalat sunnah rawatib setelah shalat ashar. Setelah kejadian itu, saya tidak pernah lagi melakukan shalat sunnah ba’da ashar. 

Istana dan Rawatib 


Beberapa bulan terakhir ini saya amati setiap kali setelah shalat berjamaah di beberapa masjid, banyak diantara jamaah yang masih muda-muda langsung keluar meninggalkan masjid. Sementara para orang tua yang berdiri pun terasa sulit masih menyempatkan waktunya untuk shalat sunnah. Saya kemudian bertanya-tanya dalam diri, kenapa? Apa sih manfaatnya shalat sunnah rawatib itu? Kalau berlama-lama di masjid, nanti dikira sok alim, dan lain-lain.

Seperti biasa, ketika kegelisahan muncul dalam diri maka obat yang paling mujarab adalah dengan mencari tahu jawaban akan kegelisahan tersebut. Di dalam pencarianku tersebut saya mendapatkan sebuah hadits yang menjawab kegelisahanku tersebut. Haditsnya berbunyi sebagai berikut :

Dari Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha, Istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

“Seorang hamba yang muslim melakukan shalat sunnah yang bukan wajib, karena Allah, (sebanyak) dua belas rakaat dalam setiap hari, Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah (istana) di surga.” (Kemudian) Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha berkata, “Setelah aku mendengar hadits ini aku tidak pernah meninggalkan shalat-shalat tersebut.” (HR. Muslim no. 728)

Hadits Ummu Habibah di atas menjelaskan bahwa jumlah sholat rawatib ada 12 rakaat dan penjelasan hadits 12 rakaat ini diriwayatkan oleh At-Tarmidzi dan An-Nasa’i, dari ‘Aisyah radiyallahu ‘anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan dua belas (12) rakaat pada sholat sunnah rawatib, maka Allah akan bangunkan baginya rumah di surga, (yaitu): empat rakaat sebelum dzuhur, dan dua rakaat sesudahnya, dan dua rakaat sesudah maghrib, dan dua rakaat sesudah ‘isya, dan dua rakaat sebelum subuh”. (HR. At-Tarmidzi no. 414, An-Nasa’i no. 1794).

Setiap manusia memiliki impian untuk membangun rumah atau istananya masing-masing. Tetapi untuk mewujudkannya dibutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit. Coba kita perhatikan di sekeliling kita, tidak sedikit orang yang terpaksa tidur di emperan, tidur di bawah kolong jembatan, karena mereka tidak memiliki biaya untuk membangun rumah.

Tetapi ada di antara mereka walaupun tidur seadanya, setikar berdua, bertiga, tetapi mereka tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah di masjid. Mereka tidak pernah alpa melaksanakan shalat sunnah rawatib. Karena mereka tahu bahwa Allah akan membangunkannya sebuah istana yang megah di surga kelak. Di dunia mereka boleh tidur di tempat yang seadanya, tetapi di surga mereka adalah raja dengan istana yang megah.

Banyak diantara manusia saat ini dibutakan oleh dunia, dengan uang yang berlimpah mereka berbondong-bondong membangun rumah yang sangat megah, sangat menteren bak istana di negeri dongeng. Mereka tidak peduli dari mana asalnya uang yang mereka peroleh, mereka terkadang lupa bahwa dibalik kemegahan bangunan tersebut ada pertanggung jawaban yang menanti di akhirat kelak.

Membangun istana di dunia tidaklah salah, tetapi membangun istana di akhirat adalah suatu keharusan. Istana dunia itu akan menjadi museum atau rumah hantu ketika kita sudah mati. Tetapi istana di surga akan kekal selama-lamanya ketika Allah sudah memanggil kita untuk menempatinya.
Jika suatu saat nanti kita ingat akan mati, maka ingatlah dimana kita akan tinggal di akhirat nanti. Oleh karena itu, bangunlah istanamu dengan Shalat sunnah rawatib.

Selamat menanti,                                                                                                  
Abu_Laosar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar